Tuesday, February 12, 2013

Makna Hidup

Dalam Gambar
 





Psikologi Positif


Selama setengah abad terakhir, psikologi sendiri hanya disibukkan pada satu topik, yaitu penyakit mental, dan psikologi cukup berhasil dalam mengatasi hal ini. Para psikolog sendiri telah cukup memahami masalah-masalah yang dulunya masih kabur, seperti depresi, skizofrenia, dan alkhoholisme. Namun manusia kadang menginginkan lebih dari sekedar menyelesaikan masalahnya, atau kelemahannya. Manusia juga menginginkan hidup bermakna, bukan kegelisahan sampai ajal menjemput.
 
 


Di Amerika, pencarian kebahagiaan diabadikan dalam Deklarasi kemerdekaan sebagai hak setiap warga. Pencarian kebahagiaan juga dapat ditemukan pada rak buku-buku pengembangan diri di setiap toko buku di Amerika. Namun, bukti-bukti ilmiah seakan-akan menunjukkan bahwa tidak mungkin anda bisa meningkatkan level kebahagiaan kita secara terus menerus. Bukti ilmiah bahkan menyebutkan bahwa kita memiliki rentang kebahagiaan yang telah baku, seperti berat badan kita. Seperti perumpamaan orang-orang yang berdiet, yang pada akhirnya juga akan kembali pada keadaan semula. Sama halnya dengan orang-orang yang sedih tidak bisa berubah menjadi selalu bahagia, dan orang-orang bahagia juga tidak bisa berubah menjadi selalu sedih.
 
Namun, penelitian baru kemudian menunjukkan bahwa kondisi tersebut dapat ditingkatkan secara terus-menerus. Sebuah gerakan yang sebenarnya dicari oleh manusia untuk mendapat hidup bermakna. Dan menyediakan tonggak panduan untuk kita bisa menemukan apa yang disebut “Aristoteles” sebagai “ Kehidupan yang baik”.

Itulah sebabnya, Martin Seligman yang saat itu baru dipilih sebagai presiden American Psychological Association, pada tahun 1998 kemudian memoloporkan aliran baru dalam dunia psikologi, dan menyebutnya sebagai psikologi positif.

Menurut Seligman, “Psikologi bukan hanya studi tentang kelemahan dan kerusakan; psikologi juga adalah studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan bukan hanya memperbaiki yang rusak, pengobatan juga berarti mengembangkan apa yang terbaik yang ada dalam diri kita.” Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi, dari psikologi patogenis – yang hanya berkutat pada kekurangan manusia – ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia, dari perhatian yang berlebihan pada penyakit ke konsentrasi pada kesehatan.

Menurut Prof. Seligman, ada tiga cara untuk bahagia:
 
 1. Have a Pleasant Life (life of enjoyment): milikilah hidup yg menyenangkan, dapatkan kenikmatan sebanyak mungkin. ini mungkin cara yg ditempuh oleh kaum hedonis. tapi jika ini cara yg kita tempuh, hati2 dengan jebakan hedonic treadmill (= semakin kita mencari kenikmatan, semakin kita sulit dipuaskan) dan jebakan habituation (kebosanan karena terlalu banyak, misalnya ; makan es krim pada jilatan pertama sangat nikmat, tapi pada jilatan keduapuluh, kita jadi pengin muntah). tapi pada takaran yg pas, cara ini bisa sangat membahagiakan.

2. Have a Good Life (life of engagement): dalam bahasa aristoteles disebut eudaimonia, terlibatlah dalam pekerjaan, hubungan atau kegiatan yg membuat kita mengalami "flow". merasa terserap dalam kegiatan itu, seakan2 waktu berhenti bergerak, kita bahkan tidak merasakan apapun, karena sangat "khusyu'". fenomena ini diteliti secara khusus oleh rekan Seligman, Mihaly Csikzentmihalyi. dan memberikan 7 ciri2 kita dalam kondisi flow:
a. Sepenuhnya terlibat pada apa yg kita lakukan (focused, concentrated, khusyu')
b.Merasakan "a senses of ecstasy" (seperti berada di luar realitas sehari-hari)
c. Memiliki "kejernihan yg luarbiasa" (benar2 memahami apa yg harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya)
d. Menyadari bahwa tantangan pekerjaan yg sedang ia hadapi benar2 dapat ia atasi (bahwa skill yg kita miliki cukup memadai untuk mengerjakan tugas tersebut)
e. Merasakan "kedamaian hati" ( tidak ada kekhawatiran dan merasakan diri kita sedang bertumbuh melampaui ego kita sendiri)
f. Terserap oleh waktu (karena khusyu' mengerjakan dan benar-benar terfokus pada "saat ini dan disini", waktu seakan2 berlalu tanpa terasa)
g. Motivasi Intrinsik (dimana merasakan "flow" itu sendiri sudah merupakan hadiah yang cukup berharga untuk melakukan pekerjaan itu)

3. Have A Meaningful Life (life of Contribution): milikilah semangat melayani, berkontribusi dan bermanfaat untuk orang lain atau mahluk lain. menjadi bagian dari organisasi atau kelompok , tradisi atau gerakan tertentu. merasa hidup kita memiliki "makna" yang lebih tinggi dan lebih abadi dibanding diri kita sendiri.

Psikologi positif mempunya tiga pilar utama, 
- pertama, pengkajian terhadap emosi positif. 
- kedua, pengkajian terhadap sifat positif, terutama diantaranya adalah kekuatan dan kebajikan,  termasuk pula “kemampuan” seperti intelegensi dan atletisme. 
- ketiga, pengkajian terhadap institusi positif-seperti demokrasi, keluarga yang kukuh, dan kebebasan informasi-yang mendukung kebajikan dan pada gilirannya mendukung emosi positif.  Emosi positif seperti kepercayaan diri, harapan, dan kepercayaan sangat membantu kita bukan ketika kehidupan itu terasa mudah, melainkan saat kehidupan menjadi sulit.

Karena kecenderungan kita di abad ke-21 adalah menekankan penanganan aspek-aspek negatif, maka hampir semua pelatihan lebih mengarahkan pelatihannya pada penanganan aspek negatif tersebut; seolah-olah manusia itu hanya dipenuhi dengan masalah dan masalah saja. Dimana pembahasan ini lebih pada penanganan masalah.

Pada masa-masa sulit, biasanya manusia lebih mengarah pada pemahaman untuk meredakan penderitaannya dibanding harus memikirkan untuk membangun kebahagiaan. Padahal pada masa itu yang lebih penting adalah memahami dan menompang energi-energi positif seperti demokrasi, keluarga yang kukuh, dan kebabasan informasi. Pada masa-masa sulit, memahami dan membangun kekuatan serta kebajikan-diantaranya keberanian, perspektif, integritas, kesetaraan, loyalitas-bisa jadi lebih mendesak daripada ketika masa-masa menyenangkan.

Psikologi positif sebenarnya adalah suatu bidang ilmu yang memandang manusia tidak hanya pada segi masalah. Tapi juga bagaimana manusia bisa mencapai kebahagiaan atau kehidupan bermakna. Ini bisa didapatkan dengan membangun energi-energi positif dalam diri manusia itu sendiri.

Dimana dulunya sebelum kedatangan psikologi positif ini, psikologi hanya dianggap sebagai bidang keilmuan yang diidentikkan dengan penyelesaian masalah-masalah dan gangguan-gangguan yang dialami oleh manusia. Psikologi positif mencoba memandang manusia dari sisi lain. Jika Psikologi patogenis memusatkan perhatian pada penderitaan, maka psikologi positif berperan penting dalam kaitannya dengan membangun kebahagiaan.

Sementara itu psikologi selama ini hanya berkutat pada sifat-sifat buruk atau sifat negative manusia, psikologi positif ingin menampilkan sifat-sifat indah dari manusia. seperti berpikir positif, penerimaan diri, kematangan emosional, aktualisasi diri dan sebagainya yang membawa manusia mengarahkan energy positifnya dan menuju pada kehidupan bermakna seperti yang dikemukakan oleh “Aristoteles” dengan “ Kehidupan yang baik”.

Dengan begitu kita akan tau bahwa manusia bukan hanya mahluk rakus, homo ovarus, yang mementingkan diri sendiri, tetapi juga makhluk yang tidak bisa hidup normal tanpa mencintai dan dicintai.

Sumber : Seligman, Martin. 2005. Authentic Happines. Bandung : Mizan