Sunday, January 20, 2013

Titik Terbawah Bukan Yang Tersulit

Dikutip dari : Coaching Messages published by brainstormfirst.
Kebanyakan orang berpikir bahwa bagian tersulit adalah ketika mereka berada di titik terbawah kehidupan ini. Banyak ahli psikologi & konsultan berkesimpulan lain: bahwa tahapan kehidupan tersulit adalah justru sesaat setelah bangkit dari titik terbawah kehidupan, ditengah upaya besarmengumpulkan kekuatan untuk kembali beranjak naik. Tahapan itulah yang tersulit & paling rentan terhadap keputusasaan akut.

Jika Anda masih ingat logo sepatu Nike, Anda bisa membayangkan apa yang kami maksudkan. Titik tersulit dalam kehidupan ini bukanlah ketika kita berada di titik terbawah logo Nike tersebut, tapi di titik arah kanan naik dekat titik terbawah. Kebanyakan orang yang pernah kehilangan mereka yang dicintai, biasanya paham ilustrasi ini. Momen tersedih bukanlah pada saat orang yang mereka cintai baru saja meninggal, dan bukan pada saat banyak handai-taulan berkunjung ke rumah duka. Momen yang paling menggerogoti semangat hidup & antusiasme mereka biasanya terjadi pada saat beberapa minggu setelahnya, ketika mereka kembali ke ritme kehidupan normal sebagai seorang individu. Disaat itu mereka baru benar menyadari, bahwa sudah tidak ada lagi yang menemaninya makan malam, sudah tidak ada lagi teman bersenda-gurau sebelum tidur, dan sudah tidak ada lagi yang tersenyum saat ia bangun pagi. Belum lagi ketika ia kembali mengenang masa-masa indah semasa hidup, yang biasanya akan semakin menambah rasa sakit tersebut.
Di saat seperti itu, kebanyakan kasus depresi berat, stres, kerusakan mental hingga fenomena bunuh diri terjadi. Hal yang sama juga terjadi di dunia karier kita. Ketika Anda baru dipecat dari pekerjaan, apa yang paling Anda rasakan? Sebaik apapun perlakuan kantor Anda ketika melakukan pemecatan, tetap saja pemecatan merupakan proses yang mengejutkan mental kita. Jika Anda tergolong ekstrovert, optimis dan bisa berpengharapan baik; keterkejutan mental tersebut tidak akan berlangsung lama. Namun bagi Anda yang introvert & melankolik, melupakan pemecatan dan bertekad untuk menjalani kehidupan normal kembali bukanlah merupakan sebuah proses yang mudah & cepat untuk dilakukan.
Mengapa fenomena ini terjadi pada umumnya manusia? Karena pada titik tersebut, sang individu menanggung dua macam beban secara bersamaan: rasa sakit masa lalu yang belum hilang karena belum lama terjadi, dan beban masa depan dimana mereka harus mengerahkan 101% kekuatan mereka untuk kembali beranjak naik dengan semua tantangannya. Dua beban bersamaan inilah yang biasanya membuat seseorang bisa hancur dengan mudahnya ketika sedang rapuh. Kasus terburuknya adalah kejadian bunuh diri karena perasaan kesepian yang tak terperikan, perasaan tak berdaya atau perasaan tak berguna lagi bagi orang lain.
Oleh sebab itu hal terpenting yang dapat kita lakukan setelah kita (misalnya) dipecat adalah membangun kesibukan yang teratur, jangan sampai kita larut dalam diam diri tanpa berbuat apapun untuk bangkit kembali. Kesibukan yang teratur dapat menjaga pikiran & mental kita tetap berada di rel yang positif, sembari menciptakan momentum. Langkah logisnya, Anda pasti kembali mencari kerja dengan mengirimkan banyak lamaran ke sejumlah lowongan. Namun masih sedikit mereka yang menjadikan proses melamar pekerjaan sebagai sebuah proses profesional – hanya karena mereka berpikir bahwa “Saya mau rileks sejenak setelah badai kehidupan. Jika pekerjaan itu jodoh, tidak akan kemana-mana pasti akan saya dapatkan”. Ini merupakan bentuk keengganan pemantasan nilai pribadi bagi pekerjaan yang membutuhkan tingkat profesionalisme tinggi. Padahal pekerjaan tersebut kelak dapat meningkatkan nilai & martabat mereka, dan pada akhirnya dapat mengantarkan mereka menuju impian hidupnya.
Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa kita harus menjadi seanggun angsa yang sedang berenang di atas permukaan air. Angsa itu tampak anggun dan tenang karena kedua kakinya yang terendam di dalam air tidak terlihat begitu sibuknya menopang & mengayuh keanggunan itu. Cukup hati kita yang menanggung hari-hari terburuk yang baru saja kita alami. Tidak perlu selamanya berkeluh-kesah pada orang lain tentang betapa sakitnya hati kita terhadap hidup ini, karena kebanyakan orang lain tidak peduli atau hanya sekedar penasaran dengan masalah kita. Seberat apapun masalah hidup kita, contohlah keanggunan angsa yang berenang di atas air.
Kembalilah beraktivitas seperti biasa, dan jadikanlah proses melamar pekerjaan sebagai proses profesional. Sisihkan waktu khusus tanpa gangguan kesibukan lain, demi fokus melakukan proses lamar-melamar pekerjaan baru. Tulislah lamaran kerja & riwayat hidup kita sebaik & seprofesional mungkin. Selalu periksalah kesehatan & penampilan fisik kita menjelang wawancara. Pekerjaan terbaik membutuhkan persiapan terbaik. Jika perlu, luangkan waktu untuk mempelajari teknik menjalani wawancara dengan sukses, atau mungkin mendalami kursus Bahasa Inggris. Bertanya pada yang lebih berpengalaman, atau gunakanlah jasa Career Coach demi mengarahkan kita ke format kesibukan efektif & efisien pasca-pemecatan.
Fungsi Career Coach adalah menjadi penolong di saat-saat tersulit tersebut. Bukan sekedar uluran tangan semata, namun seorang Coach juga bertanggungjawab untuk memberikan gambaran praktis seputar apa saja bentuk kesibukan efektif & efisien yang perlu dilakukan di masa-masa sulit tersebut; beserta menolong menentukan rencana jangka pendek, rencana jangka panjang dan semua upaya yang konsisten untuk mengembalikan kepercayaan diri sang klien hingga kembali mencapai momentum hidup & ritme suksesnya.
Seorang Coach bekerja di belakang layar, membangun superioritas alam bawah sadar kita untuk kemudian membentuk cara berpikir & keseharian kita. Jika Anda melihat kehidupan & karir Anda sebagai hal yang penting untuk diperjuangkan dengan segenap hati, jangan ragu untuk menghubungi Career Coach Anda sekarang juga.
Peter Febian (peter@brainstormfirst.com) adalah seorang coach dari Brainstorm First. Brainstorm First adalah sebuah social enterprise yang bergerak di bidang coaching.